Rabu, 21 Mei 2008

Pengarang Lagu Liturgi


Saya baru saja pulang dari Gereja Katolik Santo Paulus, Jalan Raya Bandara Juanda, Sidoarjo. Misa malam Paskah berlangsung hampir tiga jam, mulai 18:30, dipimpin Pater Sonny Keraf SVD. Pastor yang cermat berbahasa Indonesia kebetulan berasal dari daerah yang sama dengan saya: Lembata, Flores Timur.

Misa tiga jam tak terasa karena liturginya bagus. Paduan suara meski ada beberapa lagu yang kedodoran cukup ciamik dan semangat. Umat tepuk tangan panjang setelah kawan-kawan paduan suara menuntaskan Ave Verum Corpus [WA Mozart] dan Hallelujah [GF Handel]. Dua komposisi ini terbilang sulit untuk kebanyakan paduan suara di Indonesia.

Saya ikut tepuk tangan. Saya tahu betapa sulitnya mempersiapkan paduan suara untuk puncak perayaan Paskah macam begini. Latihan harus sering. Materi anggota yang mutunya bagus. Organis bagus. Kostum cukup mentereng lah. "Pasukan kuning [maksudnya paduan suara] sudah nyanyi bagus, tapi ongkos jahitnya belum bayar," ujar Pater Sonny Keraf. Hehehe... Umat tertawa lalu salam-salaman: Selamat Paskah!

Malam Paskah dituntaskan dengan lagu Hai Makhluk Semua karya Martin Runi. Refreinnya banyak kata "alleluia", sesuai dengan tema Paskah. Ini lagu liturgi 1980-an khas Flores yang sangat populer di Jawa Timur, mungkin seluruh Indonesia. Pertama karena melodinya bagus; kedua karena orang-orang Flores selalu terlibat di paduan suara gereja Katolik di seluruh Indonesia.

Lagu lama yang syairnya diubah [disesuaikan] berkali-kali ini sangat membekas di hati saya. Benar-benar khas lagu misa malam Paskah ala Flores. Maka, saat mampir di kafe, santai sambil ngopi, saya merefleksikan paduan suara gereja di Jawa dan di Flores. Meskipun, sekali lagi, anggota paduan suara dan dirigen di Jawa pun didominasi orang Flores, ciri khas paduan suara Paskah berbeda nyata.

Kalau di Jawa Timur [seluruh Jawa umumnya], paduan suara lebih mengutamakan lagu-lagu klasik sebagai nomor favorit. Tingkat kesulitan tinggi, perlu latihan lama, penyanyi harus pintar. Lagu-lagu macam ini sangat menantang dan sungguh memuaskan jiwa setelah dibawakan - dan sukses. Tak sia-sialah jerih payah latihan selama ini.

Dus, saya tak heran kalau tadi teman-teman di Gereja Paulus Juanda memilih lagu klasik untuk ordinarium misa. Pakai bahasa Latin lagi! Risikonya, umat menjadi pendengar pasif. Kor nyanyi sendiri.

Bagaimana dengan di Flores?

Sebagai pulau berpenduduk mayoritas Katolik, misa pekan suci, khususnya Malam Paskah dan Minggu Paskah selalu menjadi ajang memperkenalkan lagu-lagu misa yang baru. Tiga bulan sebelum Paskah umat di stasi-stasi, kelompok paduan suara, sudah menyiapkan diri dengan berlatih lagu-lagu baru.

Di Flores selalu ada ordinarium misa baru karena pengarang lagu liturgi sangat banyak. Kita masih ingat nama-nama legendaris macam Pater Anton Sigoaman Letor SVD, Pater Pustardos SVD, Pater Daniel Kiti SVD, Martin Runi, Jan Riberu, Mateus Wari Weruin, Apoly Bala, Fredi Levy... dan seterusnya. Lagu-lagu mereka sudah lama masuk buku Madah Bakti dan Puji Syukur, dinyanyikan di seluruh Indonesia.

Nah, agar lagu-lagu baru itu dikenal umat, hits, maka harus dinyanyikan oleh paduan suara pada misa Paskah. Ordinarium harus lengkap: pembukaan, kyrie, gloria, antarbacaan, persembahan, sanctus, anak domba, komuni, syukur, penutup. Lagu komuni biasanya dibuat banyak karena misa Paskah di Flores berlangsung lebih lama daripada di Jawa. Sebab, biasanya misa di lapangan bola dengan ribuan umat dari berbagai kampung.

Pola lagu-lagu litugi ala Flores sederhana saja, tapi melodinya kuat. Si pengarang harus menemukan melodi yang lekas mendarat di hati umat. Harus gampang dinyanyikan. Tidak berbelit-belit. Sebaiknya menghindari nada-nada kromatis atau tengahan [di, ri, fis, sel, sa] karena rata-rata orang Flores kesulitan membunyikan nada-nada miring.

Lagu ala Flores tak panjang dan rumit macam klasik. Partitur Hallelujah [Handel] tiga halaman. Lagu liturgi Flores cukup setengah halaman, bahkan seperempat halaman saja. Ini juga karena biaya penggandaan lagu sangat mahal di Flores. Semua lagu ditulis tangan oleh kita sendiri, ya, anggota paduan suara. Menurut saya, kebiasaan ini sangat bagus untuk belajar memahami musik dan khususnya harmoni: sopran, alto, tenor, bas.

Bagian solo [solis] sangat penting di Flores. Bagian refrein dinyanyikan bersama [tutti], kemudian solo tiga suara perempuan/laki-laki, tutti, dan seterusnya. Perhatikan lagu-lagu misa gaya Flores di Madah Bakti atau Puji Syukur. Selalu ada bagian solo. Ini penting karena di pelosok Flores itu ada tradisi untuk memamerkan kita punya solis yang suaranya bagus.

Ini menjadi nilai tambah tersendiri bagi paduan suara kita. Karena itu, menjadi aneh manakala lagu-lagu Flores yang menuntut solis dibawakan sama-sama seperti sering terjadi di Jawa Timur. Paduan suara tanpa solo itu ibarat sayur tanpa garam.

Pada malam Paskah seperti tadi umat dimanjakan dengan lagu-lagu baru. Dibawakan semenarik mungkin. Pakai iringan gitar, suling, perkusi, tarian. Karena lagu-lagu ala Flores itu mudah, bisa dipastikan selepas misa umat jalan kaki sambil menirukan lagu-lagu baru tadi. Dulu, saya perhatikan beberapa orang merekam pakai tape recorder, lalu diputar di sepanjang jalan. Jika lagu itu punya melodi yang kuat, secara komposisi bagus, bisa dipastikan akan bertahan lama di gereja.

Pak Martin Runi salah satu hits maker lagu-lagu liturgi Flores. Tahun 1980-an dia menyusun sejumlah ordinarium misa. Yang terkenal sampai sekarang adalah Misa Syukur dan Misa Senja. Mula-mula, ya, disosialisasikan lewat kor-kor kampung pada saat misa Paskah macam begini. Pak Martin menulis lagu dengan bagian solo yang melodius, tidak sulit, lekas mendarat di ingatan orang banyak.

Saya kira Pak Martin Rutin tak pernah menyangka kalau 'Hai Makhluk Semua' akhirnya menjadi lagu abadi di Indonesia. Tiap kali misa malam Paskah atau Minggu Paskah lagu ini selalu dinyanyikan. Begitu juga dengan Misa Senja yang pada akhir 1980-an disosialisasikan pada perayaan Paskah di kampung-kampung Flores.

Dengan pola dan tradisi seperti ini, lagu-lagu liturgi akan selalu bermunculan di Flores dari waktu ke waktu. Musik liturgi Flores yang inkulturatif tidak akan pernah stagnan. Selalu ada yang baru! Ini jelas beda dengan di Jawa Timur, di mana kor-kor gereja cenderung membawakan lagu-lagu yang itu-itu saja meskipun dari sisi kualitas dan tingkat kesulitan jauh lebih tinggi ketimbang di Flores.

Artinya, Flores dengan tradisi musik liturginya yang khas dan panjang akan tetap menjadi pemasok lagu-lagu liturgi populer di Indonesia. Sebaliknya, kor-kor di Jawa akan tetap bermain di 'level atas', menekankan kualitas performansi, terus menjajal repertoar-repertoar klasik yang berat-berat.

Ini sekaligus menjelaskan mengapa lagu-lagu liturgi bernuansa non-Flores, non-NTT [Nusa Tenggara Timur], kurang muncul di Indonesia

Lagu-lagu Liturgi


1. kulihat ibu pertiwi
sedang bersusah hati
air matamu berlinang
mas intanmu terkenang

hutan gunung sawah lautan
simpanan kekayaan
kini ibu sedang susah
merintih dan berdoa

2. kulihat ibu pertiwi
kami datang berbakti
lihatlah putra-putrimu
menggembirakan ibu

ibu kami tetap cinta
putramu yang setia
menjaga harta pusaka
untuk nusa dan bangsa



"Janganlah kita menjadi sebuah bangsa penjiplak, a copy nation!" - Presiden Soekarno


Iman Dwi Hartanto, penyiar Radio Suara Surabaya [SSFM], yang sangat dikenal warga Surabaya dan sekitarnya. Ini karena SSFM banyak didengar, sering menjadi rujukan informasi lalulintas, dan berita-berita mutakhir alias breaking news.

Setiap Jumat malam, Iman memandu 'Memorabilia', program lagu-lagu kenangan. Ada lagu Indonesia, Barat, jenisnya macam-macam. Ada lagu 1950-an, 1960-an, 1970-an. Penyanyinya macam-macam. Iman cakap bikin kategorisasi, ini didukung koleksi SSFM yang cukup, sehingga sajian 'Memorabilia' selalu menarik. Apalagi, kalau Ibu Tutik [lansia] gabung melalui telepon, wuih... ramai nian.

Ada lagi yang menarik, sekaligus menjadi penanda berakhirnya 'Memorabilia'. Apa itu? Iman Dwi Hartanto selalu memutar nomor instrumental Kulihat Ibu Pertiwi. Anak-anak sekolah dasar dan lanjutan di Indonesia, khususnya Jawa, tahu benar syair dan melodi nyanyian ini.

Kulihat ibu pertiwi
Sedang bersusah hati
Air matanya berlinang



Suatu ketika ada pendengar bertanya, Kulihat Ibu Pertiwi itu ciptaan siapa? Kok enak sekali? Iman, saya tahu, berusaha menjawab dengan hati-hati. Sebab, bagaimanapun juga SARA [suku, agama, ras, antargolongan] sangat peka di Indonesia, khususnya Jawa Timur. Salah jawab bisa gawat, Bung.

Tapi Pak Markus Sajogo dalam sebuah percakapan dengan saya mengatakan, lagu Kulihat Ibu Pertiwi jelas-jelas lagu rohani kristiani atawa gospel song. Saya pun diminta mengecek KIDUNG JEMAAT, buku nyanyian umat Kristen Protestan di Indonesia. Karena itu, Pak Markus, pengacara dan tokoh masyarakat Surabaya, heran kok bisa lagu gospel direkayasa menjadi Kulihat Ibu Pertiwi.

Saya pun cek KIDUNG JEMAAT. Benar! Lagu itu bertajuk Yesus Kawan yang Sejati, KIDUNG JEMAAT Nomor 453.

Lagu tiga bait itu ditulis Charles Crozart Converse, 1868, komposer asal Amerika Serikat, 1832-1918. Syair asli 'What a friend we have in Jesus', ditulis oleh Joseph Medlicott Scriven, 1855. Yayasan Musik Gereja [Yamuger] kemudian menerjemahkannya dalam bahasa Indonesia pada 1975, dan kemudian menjadi lagu rohani kristen di Indonesia.

Aransemen paduan suara [kor] standar diambil dari Hymns of the Christian Life, 1936. Lagu ini pendek, hanya 16 bar, 4/4, moderato [MM 80], F = do. Tata suara sederhana saja sehingga sangat mudah dinyanyikan. Dalam dunia paduan suara, masuk kategori A: sangat mudah, tidak perlu latihan lama-lama. Anak-anak sekolah dasar pun bisa.

Lalu, bagaimana pula dengan lagu Kulihat Ibu Pertiwi yang sangat terkenal di Indonesia itu? Siapa yang menulis syair dan musiknya? Saya sudah memeriksa beberapa buku kumpulan lagu nasional, termasuk terbitan Musika, Jakarta. [Buku-buku nyanyian penerbit ini terbilang sangat bermutu dan laku keras.]

Ada memang Kulihat Ibu Pertiwi. Tapi tidak ada informasi apa pun tentang nama penulis lagu dan lirik. Hanya ditulis N.N. = no name atawa anonim. Jangan heran, orang Indonesia [umumnya] tidak pernah tahu asal-muasal lagu tersebut. Dan memang sejak dulu orang Indonesia kurang memperhatikan 'hak cipta', tak begitu gubris nama pengarang lagu. Praktik bajak-membajak, jiplak-menjiplak, malah menjadi 'tradisi' di industri musik rekaman Indonesia.

Berdasar data-data di KIDUNG JEMAAT, juga beberapa buku nyanyian gerejawi lainnya [terbitan Indonesia dan luar Indonesia], saya akhirnya menyimpulkan bahwa lagu Kulihat Ibu Pertiwi itu IDENTIK dengan What a Friend We Have in Jesus karya Charles Crozart Converse asal Amerika Serikat pada 1868. Melodinya 100 persen sama.

Saya menduga, melodi khas nyanyian gerejawi internasional itu kemudian diadopsi oleh seorang komposer atau guru musik atau siapa saja yang punya hubungan dengan pendidikan musik di sekolah dasar atau sekolah menengah di Indonesia. Besar kemungkinan orang itu beragama Kristen, atau setidaknya akrab dengan melodi karya Charles Crozat Converse.

Mungkin, karena terkesan dengan melodi nan indah, ia memasukkan kata-kata baru bertema kepedihan Ibu Pertiwi [alam Indonesia], dibukukan, diajarkan kepada anak-anak sekolah. Maka, orang Indonesia pun terbiasa dengan 'lagu nasional' Kulihat Ibu Pertiwi.

Beberapa tahun lalu, Pak Markus Sajogo pernah mencoba mengusut siapa gerangan penulis lirik Kulihat Ibu Pertiwi, yang meminjam melodi karya Converse, 1868. Tapi hasilnya belum jelas.

Sekali lagi, saya menduga-duga, orang yang kreatif itu niscaya komposer berlatar belakang Kristen Protestan karena buku-buku nyanyian Katolik [resmi] yang pernah beredar di Indonesia [Jubilate, Kantar Serani, Syukur Kepada Bapa, Madah Bakti, Kidung Adi, Exultate, Kidung Syukur, Puji Syukur, dan beberapa lagi] tak pernah memuatnya. Sebaliknya, hampir semua buku nyanyian Protestan memuatnya.

Sebagai catatan, lagu-lagu nasional atau lagu wajib atau apa pun namanya mengikuti pola strofik di kidung-kidung kristiani yang diwariskan misionaris Barat, entah itu Jerman, Belanda, Amerika Serikat, Swiss. Ini bisa dipahami karena pengarang lagu-lagu nasional kita banyak yang beragama nasrani, khususnya Protestan dari gereja-gereja arus utama.

Sebut saja Liberti Manik, Binsar Sitompul, Cornel Simanjuntak, Subronto Kusumo Atmojo, F.X. Sutopo, Frans Haryadi, N. Simanungkalit, dan seabrek nama terkenal lainnya. Mereka ini berlatar belakang sekolah musik gerejawi, setidaknya berguru pada pemusik-pemusik klasik Barat. Dirasa Indonesia membutuhkan banyak lagu-lagu nasional, maka jalan termudah, ya, mengikuti pola nyanyian strofik gereja yang sudah ada.

Bagi saya, 'pinjam-meminjam melodi' sudah lazim dalam dunia musik. Bukankah lagu-lagu gerejawi, khususnya pasca-Reformasi Martin Luther, menggunakan melodi lagu-lagu rakyat di Eropa? Setelah diberi syair baru, syair kristiani, jadilah lagu gerejawi, puji-pujian kepada Tuhan.

Jangan lupa, Misa Dolo-Dolo yang sangat tekenal di Gereja Katolik Indonesia menggunakan melodi lagu rakyat Lamaholot di kampung saya, Flores Timur. Oleh Pak Mateus Wari Weruin, komponis musik liturgi, bahan dasar dari kampung ini diolah menjadi ordinarium misa bernuansa Flores Timur. Pola macam ini pun masih dilakukan Pusat Musik Liturgi, Jogjakarta, saat menggelar lokakarya musik liturgi di berbagai daerah di Indonesia.

Kembali ke Kulihat Ibu Pertiwi. Lagu ini sudah telanjur terkenal di Indonesia, syairnya sangat menyentuh orang Indonesia, apa pun agama, etnis, suku, latar belakangnya. Bahwa dia meminjam melodi karya Charles Crozat Converse bukan masalah. Persoalannya, sejak dulu guru-guru musik serta penerbit buku nyanyian di Indonesia alpa mencantumkan nama penulis melodi dan penulis lirik/syair.

Mudah-mudahan di era copyright ini, sebaiknya penerbit Indonesia merevisi buku nyanyian anak sekolah dengan menyertakan nama penulis lagu, Charles Crozat Converse, serta penulis lirik versi Indonesia.

Harus diakui, sejak dulu orang Indonesia malas mencari data dan informasi, sehingga dengan gampang menulis N.N. Ingat-ingat pesan Bung Karno:

"Janganlah kita menjadi bangsa penjiplak, a copy nation!"

Judul Lagu Liturgi

Paduan Suara Gereja Katolik Surabaya

Paduan Suara Remaja Surabaya Gereja Hati Kudus Yesus

Gereja Hati Kudus Yesus alias Katedral Surabaya di Jalan Polisi Istimewa. Gereja ini termasuk salah satu bangunan cagar budaya yang dilindungi undang-undang.


Menjelang pekan suci ini [Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Paskah], beta mampir ke Katedral Surabaya [foto gereja]. Ini beta punya kebiasaan rutin untuk memantau dinamika umat Katolik di Surabaya. Terop-terop sudah disiapkan. Kursi-kursi tambahan menumpuk. Biasalah, misa pekan suci selalu melimpah ruah umat.

Mereka-mereka yang biasanya malas misa hari biasa, menjadi rajin ke gereja. Ikut tuguran sepanjang malam. Bukan main! "Umat Katolik di Surabaya ini memang banyak yang kayak kapal selam. Menyelam terus, lalu baru muncul pada saat Natal dan Paskah," kata Uskup Surabaya Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono di berbagai kesempatan.

Kami di Flores biasa bilang "Katolik Napas": Natal Paskah! Umat "kapal selam", "napas", memang ada di mana-mana. Tapi lebih baik begitu daripada tidak pernah ke gereja sama sekali to? Hehehe...

Beta sempat ngobrol dengan beberapa satpam Katedral: Pak Ketut, Pak Nur, Pak Markus, juga Ferdi yang kerja di Biara Soverdi. Lamat-lamat beta dengar suara indah dari balkon Katedral: Haec Dies, lagu ciptaan Pater Padmaseputra yang biasa dinyanyikan pada malam Paskah. Beta hafal lagu ini, versi Latin dan Indonesia, berikut aransemen paduan suaranya.

Bagaimana tidak hafal? Tahun 1990-an beta selalu melatih paduan suara anak-anak muda Katolik di Jember. Haec Dies lagu yang enak, gampang, tapi berbobot. Bagian kanon [sahut-sahutan] "Ale...lu...ia" dengan nada-nada melismatis sangat menarik. Di mana-mana di lingkungan Katolik di Jawa lagu ini termasuk hit.

Beta kemudian naik ke balkon. Aha, Cak Yulius Kristanto sedang melatih remaja sekolah menengah pertama [SMP]. Latihan serius, tapi gayeng. Beta lihat mereka sangat menikmati paduan suara gerejawi. Apalagi, pelatihnya, Yulius, punya reputasi hebat di Keuskupan Surabaya. Ia bekas aktivis paduan suara mahasiswa Universitas Airlangga. Ikut sekolah musik. Pendidikan dirigen. Menekuni musik liturgi. Yulius pun dipercaya menjadi dirigen utama saat tahbisan Uskup Surabaya Mgr. Sutikno tahun 2007 lalu.

Beta kasih tanda dengan bahasa tubuh ke Yulius. Ia tersenyum. Latihan jalan terus. Anak-anak remaja ini jelas jauh lebih hebat ketimbang beta dan remaja-remaja Flores tempo doeloe. Mereka punya pelatih bagus. Organis kelas nasional. Katedral Surabaya yang punya sejarah panjang.

Beda dengan paduan suara di kampung-kampung Flores yang tak punya piano, organ, dan alat-alat musik moderen. Kalaupun kita bisa beli instrumen, listriknya dari mana? Maka, pelatih-pelatih kor di Flores hanya mengandalkan garputala. Untuk membuat gambaran irama, tempo, pelatih kampung harus mengetuk pakai tongkat atau tepuk tangan.

Harus kasih contoh dengan suara sepanjang latihan dua jam. Kenapa? Orang Indonesia rata-rata tidak pandai membaca not angka. Not balok dijamin macet cet-cet! Bisa dibayangkan seraknya suara pelatih atawa dirigen. Tapi begitulah suka duka membina paduan suara di kampung pelosok yang belum maju.

Tidak lama beta menyaksikan Yulius melatih anak-anak SMP. Tapi beta masih bisa merasakan betapa majunya kor mereka. Partitur-partitur sulit sudah dilahap anak-anak dengan fasih. "Thanks to the Lord!" judul salah satu komposisi yang akan dibawakan anak-anak ini pada malam Paskah.

Yah, terima kasih Tuhan! Musik dan lagu-lagu indah masih mendapat tempat di tengah-tengah kesibukan dan kebisingan Kota Surabaya. Anak-anak ini harus tumbuh lebih baik, lebih bermutu, lebih hebat... daripada generasi orang kampung beta lah! Semua fasilitas ada. Uang, gedung, dukungan orang tua, pemusik hebat, pelatih jempolan.

Data Persekutuan Doa & Kelompok Paduan Suara di Surabaya
PDMPKK St Petrus Paulus (PP)

History:
Pada tahun 1980 PDMPKKK St Petrus Paulus didirikan
oleh sekumpulan anak muda zaman itu yang rindu melayani
Tuhan dalam persekutuan doa & paduan suara. Seiring
dengan berjalannya waktu, kami melakukan regenerasi
dan tetap rindu melayani Tuhan.

Bagi teman-teman yang rindu melayani Tuhan,
kami undang untuk bergabung dalam:
* PERSEKUTUAN DOA
~~ setiap hari Kamis pkl 19:00 WIB di WR Supratman 4 Surabaya

* PADUAN SUARA St PETRUS PAULUS
~~ melayani Tuhan di Gereja Katedral Hati Kudus Yesus
setiap minggu keempat pkl 18:30 WIB
latihan setiap hari Selasa pkl 19:00 WIB

Hubungi:
* Gretha: 081553118998
* Miguel: 08563043247, 031-70476049
http://www.petruspaulus.or.id


=====-----=====
PDMPKK Gembala Yang Baik

Selasa Minggu ke-1 dan ke-3
Pkl 19:00 WI
Balai Paroki Gereja Gembala Yang Baik
Jl Jemur Andayani X/14 Surabaya

Hotline:
* 031-70317929
* 08155010367


=====-----=====
Join with us:
SHARE GROUP
PDO

SMAK St Louis 1
Sabtu pkl 12:00 WIB (minggu ke-1 & ke-3)

SMAK St Louis 2
Jumat pkl 12:14 WIB (minggu ke-2 & ke-4)

SMAK Dapena
Jumat pkl 11:00 WIB (minggu ke-2, ke-3 & ke-4)

Info:
* Retno: 031-70096960
* Marlet: 031-71422665


=====-----=====
SHALAM Creative Ministry
[Musik, Tari, Drama, Jurnalistik]

Visi:
Menggarami umat Katolik melalui pelayanan creative.

Misi:
Membangun Kerajaan Allah di antara muda-mudi dalam lingkup
Gereja Katolik.

Info:
Edo: 08155000494, 031-60220104


=====-----=====
MPM (Moses Prayer Ministry)

Sebuah komunitas orang-orang yang dipanggil
untuk berdiri bagi negrinya

DOA Syafaat setiap hari Sabtu pkl 18:00 WIB
Di Nginden Intan Raya 8B Surabaya
(Kawaii Photo Studio)

Contact Person:
* Sysyl: 08123522138, 031-60706252
* Aven: 08123276880, 031-60306550

-

Aku menengadah..
dan kulihat mata-Nya..
di sana kulihat pandangan
yang penuh harap..
dan kulihat suatu kerinduan
yang teramat besar
atas Indonesia..
aku berkata dalam hati
"sedemikian besarnyakah
cintaMU pada Indonesia, Tuhan.."

Aku menangis.. aku malu sekali
Tuhan begitu mencintai negriku
sedangkan aku..

Saat ini.. aku telah melakukannya..
aku telah berdoa bagi negriku..
karena aku telah mengerti
bahwa Tuhan mencintai negriku
dan Tuhan menyelamatkan negriku..

..Bagaimana denganmu??
Jika Yesus bertanya hal yang sama
padamu saat ini..
Apakah jawabmu??


Intercession Team
MOSES PRAYER MINISTRY


=====-----=====
PDMKK St Dominikus Savio (STTS)
Setiap hari Sabtu pkl 10:30 WIB
Jl Ngagel Jaya Tengah 74-77 Surabaya

Info:
Aldwin 085648150988

PD ini berdiri sejak 1991
didirikan kaum muda Katolik yang
berkuliah di STTS (Sekolah Tinggi
Teknik Surabaya). Ada 3 unsur
penting dalam PD ini yang sama
seperti yang dimiliki oleh KMK, yaitu:
Fraternitas (rasa persaudaraan),
Intelektualitas (kepandaian),
dan Spiritualitas (iman).
PD St Dominikus Savio ada karena
adanya KMK.


=====-----=====
PDMPKK St Teresa Avila
(Universitas Surabaya)

Jumat ke-1: MISA
Jumat ke-2 & ke-4: Persekutuan Doa
Jumat ke-3: Fellowship
SEL:
* Senin pkl 10:00 WIB
* Selasa pkl 13:00 WIB
* Rabu pkl 13:00 WIB
* Kamis pkl 14:00 WIB
* Sabtu pkl 09:00 WIB

Info:
Ivana 0818243216


=====-----=====
DIAL (Divisi Sosial) Angela Merici

"Do it all for love.."
(2 Kor 8:1-15)

Info:
* Hartini: 08155080782
* Monica: 031-8702575

Our ministry:
* Jump street
* Share in love
* Pasar murah
* Kunjungan ke panti asuhan
* Persekutuan Doa setiap Senin pkl 19:00 WIB
di Rungkut Menanggal Harapan c 26


=====-----=====
BPM (Benekditus Prayer Ministry)

Setiap hari Senin pkl 19:00 WIB
Jl Kertajaya Indah G-126 Surabaya

"God be Gloryfied..
with or without us.."

"Whoever believes in Me..,
streams of living water
will flow from within him.."
(John 7:38)

Info:
Hans 08563449868


=====-----=====
PDMPKK CBSO (Christ Brotherhood St Oda)
(Unika Widya Mandala)

Setiap hari Sabtu pkl 11:00 WIB
Di Kapel Gedung B Lt 5 WM Dinoyo

Info:
Alvin: 08175171190, 031-71119885

-

Di saat-saat bahagia,
pujilah Tuhan

Di saat-saat sedih,
ucapkanlah syukur kepada-Nya

Di saat-saat sibuk,
muliakanlah Dia

Di saat-saat tenang,
sembahlah Dia

karena..

Di setiap saat Dia hadir..

dalam hidupmu

dalam kebahagiaan

dalam kesedihan

dalam kesibukan

& dalam segala hal.


[PDMPKK CBSO]


=====-----=====
PDMPKK St Ignatius Loyola
(ITS)

"Mengasihi sesama & Tuhan"

Sharing, Games & Pray Together:
Setiap hari Jumat pkl 18:00
di gedung Teater A
(ITS - Keputih - Sukolilo)

Info:
Ema 081331856011


=====-----=====
PDMPKK Algonz
(Unair)

Setiap hari Sabtu ke-3 pkl 09:00 WIB

Info:
Yenny 08121672041

=====-----=====
KMKS (Komunitas Meditasi Katolik Surabaya)
Ketua: Bpk. Robby
Telp / Hp : 08883038188
[Info tertanggal 1 Feb 2006]


=====-----=====
HSM (Heman Salvation Ministry)

Komunitas Pujian dan Penyembahan
Sekretariat:
Jl. Rungkut Asri Timur VI/46
Surabaya
Telp: 031-60238000
Website: http://www.hsm.or.id


=====-----=====
PDKK Domus Gloriae - BPK PKK Keuskupan Surabaya
Dikelola oleh
Komunitas Pujian dan Penyembahan Heman Salvation Ministry
Diadakan tiap Jumat pk 19.00
di Mojopahit Room, WTC Lt 3 (Jl Pemuda, Sby)
Informasi: 031-60238000
Website: http://www.domusgloriae.or.id


=====-----=====
CHOICE

CHOICE Encounter, lebih popular disebut CHOICE (Christ Heals One In the Choice Experience), merupakan bagian dari gerakan Marriage Encounter (ME) yang berawal di Amerika sekitar tahun 1970-an yang didirikan oleh Pastor Tom Morrow (ordo Imam Praja).

CHOICE adalah suatu gerakan kaum muda yang berlandas pada iman Katolik yang bertujuan untuk mengungkap arti keterlibatan personal para kaum muda usia 20 tahun keatas yang belum menikah dalam relasi mereka dengan orang tua, saudara dan teman.

Semboyan: "To Know, To Love, and To Serve" .

Untuk informasi lebih lanjut,
email: choice_sby-owner@yahoogroups.com
website: http://www.choicer.org/
koleksi gallery: http://choicersby.multiply.com/


=====-----=====
Komunitas Emanuel Indonesia

Sebuah serikat kaum beriman Katolik yang didirikan pada tahun 1974 di Paris, Perancis.
Komunitas awam internasional yang berdasarkan pada devosi dan spiritualitas dari Hati Kudus Yesus.

Spiritualitas dan devosi ini diwujudkan dalam tiga karunia komunitas, yaitu:
adorasi, belas kasih (Compassionship) dan penginjilan (Evangelisasi).

Misi dari Komunitas Emanuel:
Mengajak setiap orang untuk mengalami kehadiran Allah yang "menjadi daging" di dalam Kristus Yesus.
("Emanuel" = "Allah Beserta Kita")

Visi dari Komunitas Emanuel Indonesia:
Menjawab kebutuhan gereja lokal dan membawa orang-orang lebih mengenal iman Katolik mereka.

Kegiatan:
* Setiap hari Kamis sebelum Jumat pertama: Adorasi Jam Suci di
Gereja Katedral Hati Kudus Yesus.

* Kelompok Doa Remaja St Dominiquie Savio,
setiap hari Sabtu sore di Ruko Villa Mas RO-24 Surabaya.

Sekretariat Komunitas Emanuel Surabaya:
Ruko Villa Bukit Mas RC-11, Surabaya
Telp: 031-70904808
Fax: 031-5631514
Web: http://www.emmanuel-info.com


=====-----=====
Komunitas Tritunggal Mahakudus

"Vivit Dominus In Cuius Conspectu Sto"
"Allah hidup, dan aku berdiri di hadiratNya"

Didirikan oleh Rm. Yohanes Indrakusuma, O.Carm pada tahun 1987.

Tentang Bpk Julius Kristanto


Yulius Kristanto Dirigen Tahbisan Uskup

Paduan suara merupakan salah satu unit kegiatan mahasiswa yang penting di Indonesia. Di hampir semua perguruan tinggi ada paduan suara mahasiswa alias PSM. Alokasi dana untuk PSM biasanya sangat besar ketimbang UKM-UKM lain.

Ada mahasiswa yang aktif di PSM karena ikut-ikutan. Belajar seni suara [klasik]. Penjajakan atau pendekatan sama lawan jenis. Belajar organisasi. Usir stres. Hingga mereka yang benar-benar serius menikmati seni suara.

Yulius Kristanto, bekas aktivis PSM Universitas Airlangga, termasuk golongan yang serius. Sangat serius malah. Ia mendapat kepuasan batin di paduan suara. Merasakan nikmat dan indahnya paduan suara. Dan mendapat jodoh di paduan suara pula.

Bakat musik Yulius Kristanto benar-benar dimatangkan di PSM Unair. Setelah lulus, Yulius Kristanto tetap aktif di paduan suara. Paduan suara apa saja!

Di lingkungan Gereja Katolik di Surabaya, nama Yulius Kristanto ibarat jaminan mutu. Kalau sebuah kor dipegang Yulius... hmmm bisa dijamin mutunya bagus. Paling tidak bisa menyanyi dengan benar. Blending antara sopran, alto, tenor, bas jalan. Tahu dinamika, halus kasar, buka mulut yang benar, dan sebagainya.

Saya pribadi benar-benar salut sama Yulius Kristanto. Dulu, saya pun aktif di PSM Universitas Jember, jadi asisten pelatih, mengurus air jahe panas saat latihan, ikut membahas kostum lomba. Tapi, setelah bekerja, paduan suara hanya album kenangan. Masa lalu. Saya hanya jadi konsumen dan 'komentator' hehehe....

Si Yulius Kristanto ini membina paduan suara di mana-mana. Di Gereja Katedral. Kelompok Pelayanan Musik Gerejawi [KPMG]. Bunda Kudus. Pelajar sekolah menengah pertama/atas. Kelompok karyawan. Ibu-ibu.

"Yulius itu identik dengan paduan suara. Tiap hari pasti dia melatih paduan suara," ujar Silvester, wartawan sebuah media rohani kepada saya. "Kemampuannya memang di atas rata-rata. Musikalitasnya bagus."

Saya salut pada Yulius Kristanto karena dia bukan tipe pelatih paduan suara yang suka 'milih-milih'. Diminta melatih di mana saja, asal punya waktu, oke-oke saja. Padahal, itu kelompok pemula yang belum bisa baca not, mungkin hanya pernah nyanyi di kamar mandi. Di sinilah kesabaran Yulius diuji.

Pelan-pelan dia menuntun ibu-ibu yang awam musik untuk mengenal nada. Nyanyi dengan baik dan benar. Menurut Yulius, seperti juga kata pakar-pakar musik, semua manusia pada dasarnya bisa menyanyi. Manusia itu makhluk yang bernyanyi, meminjam kata-kata Romo Y.B. Mangunwijaya. Hanya saja, teknik produksi suara yang benar tidak semua bisa.

Nah, Yulius Kristanto datang untuk 'membisakan' mereka-mereka yang tadinya 'tidak bisa'. Saya pernah menyaksikan konser paduan suara dengan dirigen dan pelatih Yulius Kristanto. Anggotanya, ya, ibu-ibu biasa, awam seni suara. Ternyata, mereka tampil bagus berkat bimbingan Sang Suhu, Yulius Kristanto.

Hadirin pun bisa menikmati konser paduan suara di Gedung WTC Surabaya itu. "Mas Yulius itu orangnya sabar, bisa membimbing," ujar seorang ibu, anggota paduan suara.

Tadinya, ibu ini mengaku tidak bisa menyanyi dengan benar, buta not angka. Kini, dia enjoy di paduan suara. Wajahnya sumringah, apalagi kalau diajak bicara soal musik.

"Rasanya kepingin konser terus, nyanyi dengan baik di depan orang. Sekarang kalau nggak latihan paduan suara kok kangen ya. Paduan suara itu ternyata asyik banget," ujar perempuan berusia 50-an tahun ini.

Tak salah kalau Yulius Kristanto dipercaya memimpin paduan suara untuk misa pontifikal tahbisan Uskup Surabaya Mgr. Vinsentius Sutikno Wisaksono pada 29 Juni 2007 mendatang. Sedikitnya 500 penyanyi dari berbagai paroki di Surabaya digembleng untuk tahbisan yang berlangsung di Kompleks Akademi Angkatan Laut, Bumimoro, Surabaya, itu.

Yulius Kristanto tahu benar anatomi paduan suara di Jawa Timur. Paduan suara mahasiswa. Paduan suara SMA. Paduan suara karyawan. Paduan suara profesional. Paduan suara gerejawi, apalagi!

"Kalau soal paduan suara, saya percaya 100 persen pada Mas Yulius," ujar Romo Y. Eko Budi Susilo, Pr., ketua panitia tahbisan uskup baru.

Que bene cantat bis orat!

Paduan Suara Katolik yang Bagus di Surabaya

Paskah tahun ini membuka mata saya bahwa di Surabaya ternyata ada beberapa paduan suara anak muda Katolik yang berkualitas. Kualitas menurut standar amatir, bukan profesional, tentu saja. Teman-teman ini rata-rata di bawah 30 tahun. Sudah lulus universitas, ada yang mahasiswa, ada lagi yang baru menikah.

Latar belakang mereka kebanyakan bekas aktivis paduan suara mahasiswa di kampus. Setelah lulus dan kerja, hobi berpaduan suara ini terbawa-bawa. Maka, cara paling mudah ya bikin paduan suara di gereja. Kor-kor ini bersifat kategorial atawa lintas paroki. Tinggal di Sidoarjo, latihan kor di Katedral. Tinggal di Ngagel gabung Bintang Samudera. Dan sebagainya.

Kenapa tidak menggerakkan paduan suara di paroki masing-masing? Idealnya begitu. Tapi tidak mudah. Sebab, materi penyanyi di lingkungan atau paroki rata-rata masih terlalu mentah. Teman-teman itu kurang kerasan kalau harus "kembali ke titik nol" bersama umat kebanyakan.

Kesannya mereka jadi elitis, sok jago, hanya ingin show. Menurut saya, lebih baik terlibat paduan suara meski bukan di parokinya ketimbang tidak punya aktivitas apa-apa yang bersifat gerejawi.

Nah, pada pekan suci kemarin [20-23 Maret 2008] paduan suara di Gereja Katedral Surabaya tampil cukup bagus. Anggotanya anak-anak muda, kebanayakan di bawah 30. Bagi saya, ini angin baik bagi dunia paduan suara di Keuskupan Surabaya. Merekalah motor musik liturgi di keuskupan yang meliputi Jawa Timur bagian barat ini.

Setelah saya cek, ada beberapa paduan suara yang tampil pada pekan suci. Kelompok Pelayanan Musik Gerejawi (KPMG), pimpinan Yulius Kristanto, menjadi motor misa malam Paskah di Katedral. Sesuai dengan namanya, KPMG dibentuk untuk menjadi semacam "teladan" bagi kor-kor di Keuskupan Surabaya dalam membawakan lagu-lagu liturgi.

Reputasi Yulius Kristanto sebagai dirigen dan pelatih sudah tak diragukan lagi. Ia bekas aktivis paduan suara mahasiswa Unversitas Airlangga. Kemudian menimba pengalaman belajar musik klasik, teknik direksi, aransemen, pada sejumlah guru musik ternama. Yulius juga dikenal sebagai dirigen utama pada tahbisan Mgr Sutikno Wisaksono di Surabaya pada 29 Juni 2007 lalu.

Ada lagi BINTANG SAMUDRA. Paduan suara anak-anak muda, plus karyawan muda, ini saya dengar fokus pada liturgi inkulturasi. Lagu-lagu dengan latar musik Nusantara dapat tempat utama.

Bintang Samudra ingin membuktikan bahwa orang Katolik di Indonesia seharusnya memuji dan memuliakan Tuhan menurut tradisi budayanya sendiri. Namun, mereka juga piawai menyanyikan nomor-nomor klasik Barat atau khasanah musik gerejawi universal berbahasa Latin.

GEMA INVENTA. Ini juga paduan suara yang diperkuat anak-anak muda dari Surabaya dan
sekitarnya. Mereka mampu membawakan nomor-nomor sulit. Gema Inventa pun beberapa kali menggelar konser di Surabaya dan sukses besar. Sukses di sini bukan dalam arti banyaknya aplaus, tapi bagaimana paduan suara itu mengantar pendengar untuk merasakan kebesaran Tuhan lewat bahasa musik.

Saya juga baca pengumuman tentang konser ELIATA CHOIR. Mereka juga menekuni musik-musik gerejawi universal dengan pendekatan klasik. Barangkali masih ada lagi kor-kor Katolik di Surabaya yang bagus, tapi selama ini lolos dari pantauan saya. Saya berharap teman-teman ini rajin berlatih, mengembangkan diri, banyak belajar, disiplin, agar kor-kor yang sudah ada ini maju dan lestari.

Sebab, berdasar pengalaman, bikin kor itu gampang, tapi merawat dan mengembangkan itu yang sulit. Qui bene cantat bis orat! Anda mau bergabung?

Musik Liturgi

1. Definisi

Musik Liturgi adalah musik yang digunakan untuk ibadat / liturgi, mempunyai kedudukan yang integral dalam ibadat, serta mengabdi pada kepentingan ibadat. Dalam Sacrosanctom Concilium (SC) art. 112 dikatakan: “Musik Liturgi semakin suci, bila semakin erat berhubungan dengan upacara ibadat, entah dengan mengungkapkan doa-doa secara lebih mengena, entah dengan memupuk kesatuan hati, entah dengan memperkaya upacara suci dengan kemeriahan yang lebih semarak.”

Musik / nyanyian liturgi mengabdi pada partisipasi umat dalam ibadat, seperti yang diuraikan dalam SC art. 114: “Khazanah musik liturgi hendaknya dilestarikan dan dikembangkan secermat mungkin. … Para uskup dan para gembala jiwa lainnya hendaknya berusaha dengan tekun, supaya pada setiap upacara liturgi yang dinyanyikan segenap jemaat beriman dapat ikut serta secara aktif dengan membawakan bagian yang diperuntukkan bagi mereka.”

Musik Rohani adalah musik yang sengaja diciptakan untuk keperluan diluar ibadat liturgi, misalnya: pertemuan mudika, arisan-arisan, rekreasi, pelatihan, pentas musik rohani, rekaman, sinetron, nongkrong di café bahkan sampai dengan usaha membentuk suasana rohani di rumah (definisi lebih detail dapat dilihat di bawah: Perbandingan antara musik liturgi, musik pop rohani dan musik profan).

2. Bagaimana kedudukannya dalam ibadat?

Musik liturgi memiliki fungsi dan kedudukan yang jelas dalam ibadat, misalnya:

a) Nyanyian Pembukaan, tujuannya adalah membuka misa, membina kesatuan umat yang berhimpun, mengantar masuk ke dalam misteri masa liturgi atau pesta yang dirayakan, dan mengiringi perarakan imam beserta pembantu-pembantunya (Pedoman Umum Misale Romawi baru / PUMR no. 47-48).

b) Nyanyian Tuhan Kasihanilah Kami, sifatnya adalah berseru kepada Tuhan dan memohon belaskasihannya. Teks liturgi yang resmi adalah: (1) seruan “Tuhan kasihanilah kami” dibawakan oleh imam / solis dan diulang satu kali oleh umat, (2) seruan “Kristus kasihanilah kami” dibawakan oleh imam / solis dan diulang satu kali oleh umat, (3) seruan “Tuhan kasihanilah kami” dibawakan oleh imam / solis dan diulang satu kali oleh umat (PUMR no. 52).

c) Madah Kemuliaan, kemuliaan adalah madah yang sangat dihormati dari zaman Kristen kuno. Lewat madah ini Gereja yang berkumpul atas dorongan Roh Kudus memuji Allah Bapa dan Anak domba Allah, serta memohon belas kasihan-Nya. Teks madah ini tidak boleh diganti dengan teks lain, juga tidak boleh ditambahi atau dikurangi, atau ditafsirkan dengan gagasan yang lain (PUMR no. 53).

d) Nyanyian Mazmur Tanggapan merupakan unsur pokok dalam Liturgi Sabda. Mazmur Tanggapan memiliki makna liturgis serta pastoral yang penting karena menopang permenungan atas Sabda Allah (Bacaan I dari Kitab Suci Perjanjian Lama). Mazmur Tanggapan biasanya diambil dari buku Bacaan Misa (Lectionarium), para petugas / pemazmur biasanya menggunakan buku resmi “Mazmur Tanggapan dan Alleluya Tahun ABC”.

e) Nyanyian Ayat Pengantar Injil / Alleluya, dengan aklamasi Ayat Pengantar Injil ini jemaat beriman menyambut dan menyapa Tuhan yang siap bersabda kepada mereka dalam Injil, dan sekaligus menyatakan iman (PUMR no. 62).

f) Nyanyian Aku Percaya (fakultatif, maksudnya boleh tidak dinyanyikan): maksudnya adalah agar seluruh umat yang berhimpun dapat menanggapi sabda Allah yang dimaklumkan dari Alkitab dan dijelaskan dalam homili. Dengan melafalkan kebenaran-kebenaran iman lewat rumus yang disahkan untuk penggunaan liturgis, umat mengingat kembali dan mengakui pokok-pokok misteri iman sebelum mereka merayakannya dalam Liturgi Ekaristi. Oleh karenanya tidak diperbolehkan menggantinya dengan teks lain (PUMR no. 67-68)

g) Nyanyian Persiapan Persembahan, tujuannya adalah untuk mengiringi perarakan persembahan, maka digunakan nyanyian dengan tema persembahan. Kalau tidak ada perarakan persembahan, tidak perlu ada nyanyian (PUMR no. 74).

h) Nyanyian Kudus adalah nyanyian partisipasi umat dalam Doa Syukur Agung. Nyanyian Kudus harus diambil dari buku teks resmi (TPE) (PUMR no. 78 b).

i) Nyanyian Bapa Kami, tujuannya adalah untuk mohon rezeki sehari-hari (roti Ekaristi), mohon pengampunan dosa, supaya anugerah kudus itu diberikan kepada umat yang kudus. Teks Bapa Kami harus diambil dari buku teks misa resmi (TPE) bukan dari teks yang asal-asalan atau teks liar (PUMR no. 85)

j) Nyanyian Anak Domba Allah, tujuannya adalah untuk mengiringi pemecahan roti dengan teks misa resmi sbb: “Anak domba Allah yang menghapus dosa dunia, kasihanilah kami (2 X). Anak domba Allah yang menghapus dosa dunia, berilah kami damai.” (PUMR no. 83).

k) Nyanyian Komuni tujuannya adalah: (1) agar umat secara batin bersatu dalam komuni juga menyatakan persatuannya secara lahiriah dalam nyanyian bersama, (2) menunjukkan kegembiraan hati, dan (3) menggarisbawahi corak “jemaat” dari perarakan komuni. Maka lagu komuni harus bertemakan komuni / tubuh dan darah Kristus, tidak boleh menyanyikan lagu untuk orang kudus / Maria, Tanah Air, panggilan – pengutusan, atau yang lain (PUMR no. 86).

l) Nyanyian Madah Pujian sesudah Komuni dimaksudkan sebagai ungkapan syukur atas santapan yang diterima yaitu tubuh (dan darah) Kristus sebagai keselamatan kekal bagi manusia (PUMR no. 88).

m) Nyanyian Penutup bertujuan untuk mengantar imam dan para pembantu-pembantunya meninggalkan altar dan menuju ke sakristi.

Sedangkan musik rohani / pop rohani tidak memiliki tujuan-tujuan seperti di atas, kalaupun ada yang menggunakannya dalam misa itu artinya dipaksakan. Lebih jelas dapat Anda lihat dalam buku “Kidung Syukur” yang beredar di Keuskupan Agung Jakarta, banyak lagu pop rohani yang dipaksakan menjadi lagu liturgi. Misalnya lagu “You rise me up” (Kidung Syukur no. 508, kalau Anda memiliki Kidung Syukur silakan dibuka), mari kita lihat bersama: pertama siapa yang dimaksud dengan “you” dalam syair lagu itu? Yesus Kristus? Tidak, karena memang tidak ada satu katapun mengenai Yesus. Kalau kata “you” yang dimaksudkan adalah untuk Yesus mengapa diungkapkan secara samar-samar? Kedua, lagu ini sangat individual yang justru sangat bertentangan dengan liturgi Gereja yang eklesial. Ketiga, mengapa harus berbahasa Inggris? Apakah umat yang sederhana dan tidak mengerti bahasa Inggris bisa menghayati lagu tersebut? Apakah dengan lagu yang branded, Tuhan akan selalu mengabulkan permohonan kita, karena sudah pasti terjamin mutunya?

Kesimpulannya lagu ini tidak bisa dimasukkan dalam Liturgi, karena tidak berhubungan erat dengan upacara ibadat, tidak mengungkapkan doa-doa secara lebih mengena, dengan syair yang sangat individual lagu ini tidak memupuk kesatuan hati umat beriman yang sedang beribadat. Kesimpulan ini berlaku bagi semua lagu pop rohani yang beredar di kalangan umat, karena musik rohani memang tidak liturgis, tidak memiliki fungsi dan kedudukan yang jelas dalam ibadat. Dengan kata lain semua lagu pop rohani / musik rohani jelas-jelas bertentangan dengan isi Konstitusi Liturgi (SC) art. 112.

Musik Liturgi Katolik Jawa

Surabaya dan Sidoarjo itu berada di JAWA Timur, tapi saya sangat jarang melihat perayaan ekaristi dilakukan dengan 'cara Jawa'. Musik liturgi berbasis etnik Jawa sangat jarang. Kalaupun ada, ya, cuma satu dua lagu dari Puji Syukur atau Madah Bakti yang kebetulan menggunakan tangga nada pentatonik Jawa.

Saya juga mengecek ke teman-teman Gereja Kristen Jawi Wetan [GKJW], yang dikenal sebagai gereja pribumi di Jawa Timur. Ternyata, belakangan ini GKJW makin mengindonesia. Nyanyian-nyanyian dan kebaktian menggunakan Kidung Jemaat berbahasa Indonesia, bukan bahasa Jawa. Ya, tidak ada beda dengan GPIB [Gereja Protestan Indonesia Barat] atau GKI [Gereja Kristen Indonesia].

Di Paroki Pagesangan, Surabaya, ada kebiasaan menggelar misa berbahasa Jawa--termasuk penggunaan gamelan, khotbah, semua dalam bahasa Jawa--pada hari Minggu kelima. Minggu kelima itu kan sangat jarang, sehingga boleh dikata misa jawa ini tidak populer. Umat di sini, yang berlatar Jawa sekalipun, gamang dengan bahasa daerahnya.

Musik litugi berbasis pentatonik Jawa? Apalagi.

Tidak aneh. Sebab, sejak awal agama Kristen [Katolik dan Protestan] yang disebarkan di Indonesia pada abad ke-16 memang gereja-gereja berwajah Barat. Para misisonaris kurang mengembangkan musik liturgi ala Indonesia, bahkan cenderung mencemooh gending-gending Jawa sebagai kurang rohani, kurang pantas untuk kebaktian.

Kalaupun GKJW menggunakan nyanyian berbahasa Jawa di desa-desa, sebetulnya tangga nadanya tetap 100 persen Barat. Syairnya saja yang Jawa. Melodi dan sebagainya sama persis dengan nyanyian di gereja-gereja Barat.

Maka, lokakarya komposisi musik litugi di Surabaya beberapa waktu lalu, meski tak banyak yang tahu, sangat menarik. Para pegiat musik liturgi Katolik dari berbagai daerah di Jawa Timur berupaya mengangkat musik daerah, jawa timuran, untuk perayaan ekaristi. Tokoh Pusat Musik Liturgi [PML] Jojakarta--Romo Karld Edmund Prier SJ dan Paul Widyawan--hadir memberikan masukan berharga untuk para pemusik dan pembina paduan suara di sini.

"Selama ini Jawa identik dengan Jogjakarta dan Surakarta yang dikenal memiliki gaya musik halus dan lembut. Padahal, ada daerah lain di Jawa yang mempunyai karakter musik yang khas, yaitu Jawa Timur," kata Romo Prier yang mendirikan PML pada 11 Juli 1971. PML merupakan dapur pengolah musik etnik untuk 'diangkat' sebagai musik liturgi di Indonesia.

Nah, pada 1971, Gereja Hati Kudus di Jogjakarta mulai memperkenalkan Misa Inkulturasi Jawa. Misa dirayakan dalam bahasa Jawa, menggunakan lagu-lagu Jawa, yang diiringi musik gamelan. Jadi, bukan sekadar menerjemahkan lagu-lagu liturgi Barat ke dalam bahasa Jawa. Terobosan penting ini jalan di Jogja dan Jawa Tengah, tapi tidak bisa berkembang pesat.

Di Surabaya, misa ala Jawa praktis tidak jalan sama sekali. Ini diperparah lagi dengan minimnya kemampuan warga Surabaya, termasuk Sidoarjo, berbahasa Jawa. Jangankan anak-anak dan remaja, orang dewasa saja semakin sulit menguasai ungkapan-ungkapan dalam bahasanya sendiri.

Belum lagi citra bahwa berbahasa daerah identik dengan 'ndeso, 'wong kampung', 'terbelakang', 'tidak modern', dan berbagai imej buruk. Apa boleh buat, gereja pun tercerabut dari akar budayanya sendiri. Jangan heran, ada pendapat miring di Pulau Jawa bahwa 'Nasrani itu agamanya Londo [Belanda]'.

"Ini memang tantangan tersendiri bagi para aktivis musik liturgi untuk mengembangkan musik bernuansa Indonesia," kata Markus Kurnianto, teman saya, pemimpin sebuah paduan suara inkulturasi di Surabaya.

Markus mengakui tidak mudah mengembangkan musik liturgi inkulturasi di Jawa Timur baik karena kendala internal maupun eksternal. Sebab, bagaimanapun juga mencari anak-anak muda [Katolik] yang bisa main gamelan itu tidak mudah. Pula, saat ini hampir tidak anak muda yang mau belajar musik tradisional. Para orang tua lebih senang memasukkan anak-anaknya ke kursus musik Barat seperti piano, biola, flute, gitar, dan sebagainya.

Lebih parah lagi karismatik katolik. Kelompok kategorial ini nyaris tidak punya pemahaman sama sekali terhadap musik liturgi. Karismatik pakai musik pop, band, rock, musik apa saja, tanpa mempertimbangkan unsur teologis, budaya, tradisi, dan berbagai kelaziman di Gereja Katolik. Jangan heran misa ala karismatik cenderung heboh, hura-hura, dan kurang mendukung misi 'indonesiaisasi' musik liturgi.

Kalau kita membuka catatan sejarah, sebenarnya sudah cukup banyak misionaris [Protestan, Katolik] yang telah berusaha mengindonesikan gereja. Coonraad l. Coolen, lahir di Semarang 1773, wafat di Ngoro [Jawa Timur] 1873, ayah Rusia mama Solo, mewartakan Injil dengan pendekatan budaya Jawa.

"Coolen belajar mendalang dan menjadi dalang, melaras gamelan di gereja, menggunakan tradisi macapat warisan Wali Sanga...," tulis Remy Sylado.

Masih menurut Remy, penulis paling hebat di Indonesia [versi saya], Romo van Deinse SJ mengembangkan nada-nada pelog-slendro di Semarang pada tahun 1950-an. Eksperimen Romo Deinse beroleh penghargaan dari Presiden Soekarno karena dinilai sebagai sumbangan berarti bagi musik Indonesia pada umumnya.

Kini, eksperimen sekaligus kegandrungan pada musik tradisi kita diteruskan oleh Romo Karl Edmund Prier SJ bersama Pusat Musik Liturgi di Jogjakarta. Sekarang kembali kepada kita, orang serani sekaligus orang Indonesia. Sebab, melestarikan budaya bangsa, tradisi musik kita, merupakan tugas sejarah saya dan anda -- yang masih mengaku bangsa Indonesia.

Apakah Ciri-Ciri Musik Liturgi?

1. Musik yang digubah khusus untuk perayaan liturgi suci.
2. Syairnya selaras dengan ajaran Katolik dan ditimba dari Kitab Suci.
3. Bisa untuk paduan suara besar atau kelompok paduan suara kecil.


Musik Manakah yang termasuk Musik Liturgi?

Musik yang boleh menjadi musik liturgi adalah musik dan nyanyian yang dapat membantu orang dalam berliturgi, yaitu berjumpa dengan Tuhan dan sesamanya. Selain dari itu, musik liturgi atau musik gereja atau musica sacra meliputi: nyanyian Gregorians, berbagai jenis musik gereja, baik yang lama maupun yang baru, musik gereja untuk orgel dan untuk alat musik yang lain yang diijinkan. Musik Gereja mencakup vocal dan instrumental.


Makna Musik dalam Liturgi Gereja

1. Musik merupakan bagian liturgi yang penting dan integral (dimensi liturgis). Maksudnya, musik liturgi termasuk bagian dari liturgi itu sendiri dan bukan hanya tambahan atau dekorasi.
2. Musik liturgi memperjelas misteri Kristus (dimensi kristologis). Melalui isi syairnya, nyanyian dapat ikut memperdalam misteri iman akan Yesus Kristus yang sedang dirayakan dalam liturgi.
3. Musik mengungkapkan peran serta umat secara aktif (dimensi eklesiologis).

Musik Liturgi dapat membantu umat dalam berpartisipasi secara aktif dalam liturgi. Nyanyian dan musik yang tepat dan sesuai dengan tema liturgi dan tempatnya akan membantu umat dalam memasuki misteri iman yang dirayakan dan memungkinkan umat untuk lebih baik menangkap Sabda Tuhan dan karunia sakramen yang dirayakan. Sebuah nyanyian pembuka yang tepat dan baik akan membantu umat untuk memasuki perayaan liturgi secara siap, bersemangat dan mempersatukan diri dengan umat yang hadir.


Jadi, Bagaimana Memilih Lagu?

Berhubung peran musik dalam liturgi sangat luas, maka kita berfokus pada Perayaan Ekaristi yang merupakan sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani. Perayaan Ekaristi disusun menurut dua bagian pokok, yaitu: Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi; keduanya diapit oleh Ritus Pembuka dan Ritus Penutup.


A. RITUS PEMBUKA

Lagu Pembukaan

Peran Lagu Pembukaan:
1. Menghantar umat masuk ke dalam suasana misteri iman yang dirayakan liturgi.
2. Membina kesatuan umat.
3. Membuka Perayaan Ekaristi.
4. Mengiringi berjalannya perarakan imam.
Maka pemilihan teks lagu yang digunakan hendaknya tidak bertentangan dengan tujuan ini.


B. LITURGI SABDA

Mazmur Tanggapan

Mazmur Tanggapan merupakan unsur pokok dalam Liturgi Sabda. Sesuai dengan namanya, Mazmur Tanggapan dimaksudkan untuk memperdalam renungan atas Sabda Allah dan sekaligus menanggapi Sabda Allah yang baru saja didengar dalam Bacaan Pertama. Agar pemazmur dapat menunaikan tugasnya sebagaimana diharapkan, yaitu membantu umat beriman untuk meresapi pesan yang terkandung dalam Mazmur Tanggapan, kemudian mengungkapkan iman serta meningkatkan mutu suka cita mereka, maka pemazmur hendaknya mempersiapkan diri sbb:

1. Mempelajari Bacaan Pertama hingga menemukan intisari bacaan.
2. Mempelajari isi Mazmur Tanggapan.
3. Berlatih untuk membawakannya secara komunikatif. Jika mazmur mengungkapkan kegembiraan, maka pemazmur juga harus dapat membawakan mazmur tanggapannya secara komunikatif dan mewartakan kegembiraan.

Bait Pengantar Injil

Bait Pengantar Injil berfungsi mempersiapkan umat untuk mendengarkan Injil yang akan diwartakan. Alleluia dinyanyikan sepanjang tahun kecuali pada Masa Prapaskah. Alleluia dinyanyikan oleh umat, Paduan Suara atau solis.


C. LITURGI EKARISTI
Lagu Persembahan

Peran Lagu Persembahan:
1. Mengiringi perarakan bahan persembahan roti dan anggur.
2. Membina kesatuan umat dan menghantar umat masuk ke dalam misteri Ekaristi Suci yang sedang dipersiapkan.

Keterangan: Nyanyian persembahan hendaknya berlangsung sekurang-kurangnya sampai bahan persembahan diletakkan di atas altar. Apabila tidak ada nyanyian persiapan persembahan, pengiring dapat memainkan instrumen secara lembut untuk menciptakan suasana liturgis yang sesuai.

Bapa Kami

Bapa Kami mana yang boleh dinyanyikan dalam Perayaan Ekaristi dan Bapa Kami mana yang tidak boleh dinyanyikan dalam Perayaan Ekaristi? Bapa Kami yang boleh digunakan dalam liturgi ialah Bapa Kami yang:
1. Isi syairnya sesuai dengan teks resmi Doa Bapa Kami.
2. Melodinya sesuai dengan jiwa liturgi Gereja.

Lagu Komuni

Peran Lagu Komuni:
1. Meneguhkan persaudaraan, mempersatukan umat lahir dan batin sebagai tubuh Kristus.
2. Membina suasana doa bagi umat yang baru saja berjumpa dengan Tuhan secara sakramental dalam komuni.
3. Menjadi ungkapan kegembiraan dalam persatuan dengan Kristus dalam pemenuhan misteri yang baru dirayakan.


D. RITUS PEUTUP

Lagu Penutup

Peran Lagu Penutup:
1. Menutup Perayaan Ekaristi.
2. Memberi gairah dan semangat kepada umat agar mereka pergi menjalankan perutusan untuk mewartakan damai dan kebaikan Tuhan dengan gembira.
3. Mengiringi perarakan imam dan para petugas liturgi meninggalkan altar dan memasuki sakristi.
Fungsi ini memberi kriteria sampai kapan lagu penutup dinyanyikan, yakni hingga perarakan itu selesai.


Kesimpulan: “Bagaimana Memilih Nyanyian Liturgi?”

1. Nyanyian hendaknya sesuai dengan peran atau fungsi masing-masing bagian.
2. Nyanyian harus sesuai dengan masa dan tema liturgi.
3. Nyanyian harus mengungkapkan iman akan misteri Kristus.
4. Nyanyian harus melayani seluruh umat beriman.
5. Pilihan nyanyian perlu memperhatikan pertimbangan pastoral dan praktis.

Bibliography: 1. “Liturgi yang Anggun dan Menawan” oleh Gabe Huck; 2. “Musik & Nyayian Liturgi” oleh E Martasudjita Pr dan J Kristanto Pr ; 3. “Music in Catholic Worship”

Pusat Musik Liturgi Yogyakarta memajukan musik gereja yang khas Indonesia dengan:

  • Studi musik tradisional di seluruh Indonesia - lihat majalah Warta Musik
  • Penerbitan musik tradisioal maupun musik gereja (buku, CD / kaset, VCD) - lihat produksi
  • Pendidikan
    * formal KOGJJ, ORVO, CB

    * tidak formal:

    - Penataran dirigen, pemazmur, organis di paroki dekat maupun jauh.
    - Lokakarya Komposisi Musik Liturgi untuk para pemusik di tempatnya.
    - Pendidikan khusus perorangan untuk siswa yang diutus dari lain daerah.
  • Pementasan

PUSAT MUSIK LITURGI
Jl. Ahmad Jazuli no.2 Yogyakarta 55224
Telp.0274-566695, Fax.0274-541641, Email.
pml@idola.net.id