Rabu, 21 Mei 2008

Tentang Bpk Julius Kristanto


Yulius Kristanto Dirigen Tahbisan Uskup

Paduan suara merupakan salah satu unit kegiatan mahasiswa yang penting di Indonesia. Di hampir semua perguruan tinggi ada paduan suara mahasiswa alias PSM. Alokasi dana untuk PSM biasanya sangat besar ketimbang UKM-UKM lain.

Ada mahasiswa yang aktif di PSM karena ikut-ikutan. Belajar seni suara [klasik]. Penjajakan atau pendekatan sama lawan jenis. Belajar organisasi. Usir stres. Hingga mereka yang benar-benar serius menikmati seni suara.

Yulius Kristanto, bekas aktivis PSM Universitas Airlangga, termasuk golongan yang serius. Sangat serius malah. Ia mendapat kepuasan batin di paduan suara. Merasakan nikmat dan indahnya paduan suara. Dan mendapat jodoh di paduan suara pula.

Bakat musik Yulius Kristanto benar-benar dimatangkan di PSM Unair. Setelah lulus, Yulius Kristanto tetap aktif di paduan suara. Paduan suara apa saja!

Di lingkungan Gereja Katolik di Surabaya, nama Yulius Kristanto ibarat jaminan mutu. Kalau sebuah kor dipegang Yulius... hmmm bisa dijamin mutunya bagus. Paling tidak bisa menyanyi dengan benar. Blending antara sopran, alto, tenor, bas jalan. Tahu dinamika, halus kasar, buka mulut yang benar, dan sebagainya.

Saya pribadi benar-benar salut sama Yulius Kristanto. Dulu, saya pun aktif di PSM Universitas Jember, jadi asisten pelatih, mengurus air jahe panas saat latihan, ikut membahas kostum lomba. Tapi, setelah bekerja, paduan suara hanya album kenangan. Masa lalu. Saya hanya jadi konsumen dan 'komentator' hehehe....

Si Yulius Kristanto ini membina paduan suara di mana-mana. Di Gereja Katedral. Kelompok Pelayanan Musik Gerejawi [KPMG]. Bunda Kudus. Pelajar sekolah menengah pertama/atas. Kelompok karyawan. Ibu-ibu.

"Yulius itu identik dengan paduan suara. Tiap hari pasti dia melatih paduan suara," ujar Silvester, wartawan sebuah media rohani kepada saya. "Kemampuannya memang di atas rata-rata. Musikalitasnya bagus."

Saya salut pada Yulius Kristanto karena dia bukan tipe pelatih paduan suara yang suka 'milih-milih'. Diminta melatih di mana saja, asal punya waktu, oke-oke saja. Padahal, itu kelompok pemula yang belum bisa baca not, mungkin hanya pernah nyanyi di kamar mandi. Di sinilah kesabaran Yulius diuji.

Pelan-pelan dia menuntun ibu-ibu yang awam musik untuk mengenal nada. Nyanyi dengan baik dan benar. Menurut Yulius, seperti juga kata pakar-pakar musik, semua manusia pada dasarnya bisa menyanyi. Manusia itu makhluk yang bernyanyi, meminjam kata-kata Romo Y.B. Mangunwijaya. Hanya saja, teknik produksi suara yang benar tidak semua bisa.

Nah, Yulius Kristanto datang untuk 'membisakan' mereka-mereka yang tadinya 'tidak bisa'. Saya pernah menyaksikan konser paduan suara dengan dirigen dan pelatih Yulius Kristanto. Anggotanya, ya, ibu-ibu biasa, awam seni suara. Ternyata, mereka tampil bagus berkat bimbingan Sang Suhu, Yulius Kristanto.

Hadirin pun bisa menikmati konser paduan suara di Gedung WTC Surabaya itu. "Mas Yulius itu orangnya sabar, bisa membimbing," ujar seorang ibu, anggota paduan suara.

Tadinya, ibu ini mengaku tidak bisa menyanyi dengan benar, buta not angka. Kini, dia enjoy di paduan suara. Wajahnya sumringah, apalagi kalau diajak bicara soal musik.

"Rasanya kepingin konser terus, nyanyi dengan baik di depan orang. Sekarang kalau nggak latihan paduan suara kok kangen ya. Paduan suara itu ternyata asyik banget," ujar perempuan berusia 50-an tahun ini.

Tak salah kalau Yulius Kristanto dipercaya memimpin paduan suara untuk misa pontifikal tahbisan Uskup Surabaya Mgr. Vinsentius Sutikno Wisaksono pada 29 Juni 2007 mendatang. Sedikitnya 500 penyanyi dari berbagai paroki di Surabaya digembleng untuk tahbisan yang berlangsung di Kompleks Akademi Angkatan Laut, Bumimoro, Surabaya, itu.

Yulius Kristanto tahu benar anatomi paduan suara di Jawa Timur. Paduan suara mahasiswa. Paduan suara SMA. Paduan suara karyawan. Paduan suara profesional. Paduan suara gerejawi, apalagi!

"Kalau soal paduan suara, saya percaya 100 persen pada Mas Yulius," ujar Romo Y. Eko Budi Susilo, Pr., ketua panitia tahbisan uskup baru.

Que bene cantat bis orat!

Paduan Suara Katolik yang Bagus di Surabaya

Paskah tahun ini membuka mata saya bahwa di Surabaya ternyata ada beberapa paduan suara anak muda Katolik yang berkualitas. Kualitas menurut standar amatir, bukan profesional, tentu saja. Teman-teman ini rata-rata di bawah 30 tahun. Sudah lulus universitas, ada yang mahasiswa, ada lagi yang baru menikah.

Latar belakang mereka kebanyakan bekas aktivis paduan suara mahasiswa di kampus. Setelah lulus dan kerja, hobi berpaduan suara ini terbawa-bawa. Maka, cara paling mudah ya bikin paduan suara di gereja. Kor-kor ini bersifat kategorial atawa lintas paroki. Tinggal di Sidoarjo, latihan kor di Katedral. Tinggal di Ngagel gabung Bintang Samudera. Dan sebagainya.

Kenapa tidak menggerakkan paduan suara di paroki masing-masing? Idealnya begitu. Tapi tidak mudah. Sebab, materi penyanyi di lingkungan atau paroki rata-rata masih terlalu mentah. Teman-teman itu kurang kerasan kalau harus "kembali ke titik nol" bersama umat kebanyakan.

Kesannya mereka jadi elitis, sok jago, hanya ingin show. Menurut saya, lebih baik terlibat paduan suara meski bukan di parokinya ketimbang tidak punya aktivitas apa-apa yang bersifat gerejawi.

Nah, pada pekan suci kemarin [20-23 Maret 2008] paduan suara di Gereja Katedral Surabaya tampil cukup bagus. Anggotanya anak-anak muda, kebanayakan di bawah 30. Bagi saya, ini angin baik bagi dunia paduan suara di Keuskupan Surabaya. Merekalah motor musik liturgi di keuskupan yang meliputi Jawa Timur bagian barat ini.

Setelah saya cek, ada beberapa paduan suara yang tampil pada pekan suci. Kelompok Pelayanan Musik Gerejawi (KPMG), pimpinan Yulius Kristanto, menjadi motor misa malam Paskah di Katedral. Sesuai dengan namanya, KPMG dibentuk untuk menjadi semacam "teladan" bagi kor-kor di Keuskupan Surabaya dalam membawakan lagu-lagu liturgi.

Reputasi Yulius Kristanto sebagai dirigen dan pelatih sudah tak diragukan lagi. Ia bekas aktivis paduan suara mahasiswa Unversitas Airlangga. Kemudian menimba pengalaman belajar musik klasik, teknik direksi, aransemen, pada sejumlah guru musik ternama. Yulius juga dikenal sebagai dirigen utama pada tahbisan Mgr Sutikno Wisaksono di Surabaya pada 29 Juni 2007 lalu.

Ada lagi BINTANG SAMUDRA. Paduan suara anak-anak muda, plus karyawan muda, ini saya dengar fokus pada liturgi inkulturasi. Lagu-lagu dengan latar musik Nusantara dapat tempat utama.

Bintang Samudra ingin membuktikan bahwa orang Katolik di Indonesia seharusnya memuji dan memuliakan Tuhan menurut tradisi budayanya sendiri. Namun, mereka juga piawai menyanyikan nomor-nomor klasik Barat atau khasanah musik gerejawi universal berbahasa Latin.

GEMA INVENTA. Ini juga paduan suara yang diperkuat anak-anak muda dari Surabaya dan
sekitarnya. Mereka mampu membawakan nomor-nomor sulit. Gema Inventa pun beberapa kali menggelar konser di Surabaya dan sukses besar. Sukses di sini bukan dalam arti banyaknya aplaus, tapi bagaimana paduan suara itu mengantar pendengar untuk merasakan kebesaran Tuhan lewat bahasa musik.

Saya juga baca pengumuman tentang konser ELIATA CHOIR. Mereka juga menekuni musik-musik gerejawi universal dengan pendekatan klasik. Barangkali masih ada lagi kor-kor Katolik di Surabaya yang bagus, tapi selama ini lolos dari pantauan saya. Saya berharap teman-teman ini rajin berlatih, mengembangkan diri, banyak belajar, disiplin, agar kor-kor yang sudah ada ini maju dan lestari.

Sebab, berdasar pengalaman, bikin kor itu gampang, tapi merawat dan mengembangkan itu yang sulit. Qui bene cantat bis orat! Anda mau bergabung?

Tidak ada komentar: